Dinukil dari kitab Nashoihul Ibad karya Syeikh Imam Nawawi Al Bantani, dalam Bab 8 Maqolah ketiga terdapat delapan perkara yang jika kita meninggalkannya akan mendapat Anugerah oleh Allah SWT yang disebutkan oleh Sayyidina Umar Ra. 

قال عمر رضى الله عنه : من ترك فضول الكلام منح الحكمة ومن ترك فضول النظر منح خشوع القلب ومن ترك فضول الطعام منح لذة العبادة من ترك فضول الضحك منح الهيبة ومن ترك المزاح منح البهاء ومن ترك حب الدنيا منح حب الآخرة ومن ترك الاشتغال بعيوب غيره منح الإصلاح بعيوب نفسه ومن ترك التجسس في كيفية الله تعالى منح البراءة من النفاق

  • Barangsiapa yang meninggalkan berlebihan dalam berbicara, maka dianugerahi hikmah. 

Nabi saw. bersabda: “Manisnya iman tidak akan masuk ke dalam hati seseorang, hingga dia meninggalkan sebagian ucapan karena dikhawatirkan berbohong, meskipun ucapannya itu benar, dan meninggalkan sebagian perdebatan, walaupun perdebatan itu benar.” (H.R. Ad-Dailami). Tolak ukur keberimanan seseorang adalah menjaga persaudaraan.

  • Barangsiapa yang meninggalkan dalam berlebihan melihat, maka dianugerahi hati yang khusyuk. 

An-nadhori bisa dimaknai melihat atau pendapat. Salah satu pertanda orang khusyuk, yaitu jika seseorang tetap dapat menerima dengan rela bila dimarahi, ditentang, atau ditolak.

  • Barang siapa yang meninggalkan berlebihan dalam makan, niscaya dianugerahi kelezatan ibadah.

Nabi saw. bersabda: “Barang siapa yang sabar (menahan diri) dari makanan yang sangat berlebihan dengan kesabaran yang baik, maka Allah akan menempatkannya di dalam surga Firdaus, sesuai dengan kehendak-Nya.” (H R. Abu Syekh).

Nabi saw. bersabda: “Siapa saja yang menginginkan syahwatnya, kemudian dia mengekangnya dan melupakan keinginan dirinya, maka dia diampuni dosanya.” (H.R. Darughutni).

  • Barang siapa yang meninggalkan berlebihan dalam tertawa, maka dianugerahi kewibawaan. 

Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya seseorang yang melontarkan kata-kata supaya membuat orang lain tertawa, maka rendah/turun wibawanya lebih jauh di antara langit dan bumi, dan niscaya tergelincir dari lisan itu lebih dahsyat melebihi tergelincir dari kedua kakinya.” Dalam konteks ini komunikasi dengan manusia yang akan menimbulkan ketergelinciran. Kalau salah ngomong lebih kejam daripada tergelincir kakinya.

  • Barang siapa meninggalkan bercanda, maka akan dianugerahi kewibawaan yang bagus. 

Nabi saw, bersabda: “Diam itu menjadi pimpinannya akhlak, barang siapa bergurau maka akan diremehkan orang.” (H.R. Ad-Dailami). Dalam hal ini adalah bercanda yang berlebihan hingga menimbulkan pertengkaran.

Bagi orang yang berakal selalu berpangkal pada dua hal:

  1. Mempererat pertemanan dan kasih sayang kepada pergaulannya. Semuanya tergantung dengan niat. Bercanda boleh diniatkan untuk mempererat persaudaraan.
  2.  Untuk menghilangkan kebosanan dan menghilangkan kebingungan berbicara.
  • Barang siapa yang meninggalkan dalam cinta dunia, maka dianugerahi kecintaan akhirat.

Tentang kecintaan terhadap dunia atau akhirat, perlulah diketahui, bahwa sesungguhnya dunia dan akhirat itu saling mencari dan dicari. Orang yang mencari kehidupan akhirat akan dicari kehidupan dunia. Jadi, diniatkan untuk mencari akhirat, maka dunia akan mencari kita. Orang yang selalu mencari dunia semata, ia akan selalu dicari akhirat sampai kematian tiba dan mencekik lehernya.

  • Barangsiapa yang meninggalkan menyibukkan diri mencari aib orang lain, maka akan dianugerahi kebaikan (ditutupi) aib dirinya sendiri. 

Orang yang mau menutupi aib saudaranya maka Allah akan menutupi aibnya sendiri. Orang yang menyebarkan aib orang lain, maka tunggu saatnya aibnya akan tersebar. Jaga aib siapapun termasuk kepada pemimpin, presiden, dan orang lain. Andaikan Allah tidak menutupi aib kita, niscaya kita akan malu semalu-malunya.

Nabi saw. bersabda:

“Enam perkara dapat melebur amal-amal kebaikan, yaitu: menyibukkan diri dengan aib orang lain, kerasnya hati (tidak mau menerima nasihat orang lain), mencintai dunia, sedikit malu (melakukan keburukan tidak malu), panjangnya angan-angan dan kezaliman yang tidak selesai-selesai.” (H.R. Ad-Dailami).

  • Barangsiapa yang meninggalkan mencari-cari atau menyelidiki kaifiyahnya Allah swt. 

Maksud dari menyelidiki kaifiyahnya Allah adalah mempertanyakan bagaimana Allah, misal bagaimana bentuknya Allah, Allah sedang ngapain, dsb, maka dia yang meninggalkan mencari-cari akan dianugerahi kebebasan dari kemunafikan. Munafik ada 2 yaitu, Munafik Amali: orang yang munafik amalannya (secara amaliyahnya) tetapi tidak menyebabkan orang tersebut keluar Islam (contoh berbohong, mengingkari janji, dsb) dan I’tiqod: munafik keyakinannya, secara keyakinan sudah salah.